Buat kekasih Karma…
Di saat aku menukilkan baris ayat buat tatapanmu, betapa hatiku sentiasa sarat dengan rindumu. Hatiku penuh dengan bebola cintamu dan tidak bisa ditembusi oleh kasih yang lain. Hanya kasihmu yang aku miliki, yang menceriakan kehidupanku, walaupun kekadang waktu kau tersasar oleh kerana ketidakstabilan cintamu yang membina tembok kedinginan dan kedegilan.
Karma…
Di saat aku menukilkan baris ayat buat tatapanmu, betapa hatiku sentiasa sarat dengan rindumu. Hatiku penuh dengan bebola cintamu dan tidak bisa ditembusi oleh kasih yang lain. Hanya kasihmu yang aku miliki, yang menceriakan kehidupanku, walaupun kekadang waktu kau tersasar oleh kerana ketidakstabilan cintamu yang membina tembok kedinginan dan kedegilan.
Karma…
Tidak ada lagi ungkapan yang
lebih indah dari ungkapan yang membisik dijiwamu dan jiwaku jua. Dan aku tidak
mampu membariskan lagi ayat-ayat getaran jiwa dalam persinggahan rindu ini. Kau
telah menghembuskan riwayat cinta luka dipersada jiwaku yang kian kontang
dengan janji-janji yang telah kau sumpahkan. Jika itulah keputusan yang telah
kau buat demi kesejahteraan dirimu, aku sedia menerima akibatnya.
Karma…
Aku bahagia begini dan aku
ingin terus begini bersama kenanganmu. Walau aku tahu pelayaran bahtera cinta
kita kian tenggelam diterjah ganas sang ombak yang tidak pernah serik dan tanpa
segan silu merobekkan sedikit demi sedikit kepercayaan aku terhadap dirimu. Lalu aku berfikir, untuk apa untuk apa
aku menunggumu jika hanya menyakitkan hati. Untuk apa lagi aku mengharapkan
kasihmu, sedangkan kau sendiri rela dengan keputusan yang telah kau lakukan.
Karma…
Aku kembali melemparkan
pandangan ke ke arah laut biru. Nampak tenang tapi geloranya tetap ada di situ.
Begitu juga hati ini, gelodak di jiwa yang kian parah hanya Dia yang
mengetahuinya. Lalu aku alihkan pula pandangan ku pada pohon nyiur yang
melambai, seakan kau yang sedang melambai aku dengan senyuman yang tak lekang dari bibirmu. Angin yang menghembus
menepis pipiku lembut... seakan hembusan nafasmu. `Arrr... alih-alih kenangan
itu juga yang terpahat.'
Karma…
Aku tidak sedar dari kenalan kita lahir satu perasaan sayang aku padamu. Cinta memang tidak bisa di paksa, tak mungkin di rayu walau apa pun syaratnya. Cuma satu yang ingin ku pinta... ingatlah diri ini biarpun hanya sezarah adanya. Ingatlah diri ini yang pernah bertahta di hatimu biarpun seketika waktu. Ingatlah bahu ini tempat kau redakan kesedihanmu dan di dada ini tempat kau rebahkah segala dukamu.
Karma…
Aku tidak sedar dari kenalan kita lahir satu perasaan sayang aku padamu. Cinta memang tidak bisa di paksa, tak mungkin di rayu walau apa pun syaratnya. Cuma satu yang ingin ku pinta... ingatlah diri ini biarpun hanya sezarah adanya. Ingatlah diri ini yang pernah bertahta di hatimu biarpun seketika waktu. Ingatlah bahu ini tempat kau redakan kesedihanmu dan di dada ini tempat kau rebahkah segala dukamu.
Karma…
Walaupun panggilan
pulau seakan-akan memanggil namaku. Menyeru aku kesana, melepas rasa rindu yang
kian lama tertanam dilubuk hati. Semakin menggebu di jiwa. Semakin resah diri.
Daun nyiur yang terbuai- buai di tiup angin. Ombak pantai menghempas pasir,
berdesir alunan daun-daun kering... aduh! Rindu tanpa suara hanya hati
berkata-kata. Betapa aku menyayangimu.
Namun cinta bagiku kini tak perlu lagi dipaksa kelak pasti antara
kitakan tersiksa. Biarlah ia pergi, jika itu membahagiakanmu dan telah
kurelakan jiwa ini melepaskanmu untuk selama-lamanya.
Karma…
Diahkir bicaraku, terimalah pemberianku ini ikhlas buatmu yang
telah kusimpankan niat hanya untukmu. Hanya kamu yang layak menerimanya.
Terimalah ia, andai suatu saat kau merindui aku, tataplah ia dan aku akan hadir
dalam setiap mimpimu. `AA’ lambang kasih dan sayangku padamu dan cintaku tetap
selamanya untukmu.
Cinta dan rinduku akan ku framekan di
benteng yang kian rapuh dengan kesetiaanmu...
Salam sayang.
Aizat
Tiada ulasan:
Catat Ulasan